Konsep Etika, Moral, dan Akhlak
1. ETIKA
Dari segi etimologi, etika berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai ilmu
pengetahuan tentang azaz-azaz ahlak
(moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat jelas bahwa etika
berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika
dari segi istilah yang telah dikemukakan para ahli
dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para
ulama, etika berarti ilmuyang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik
dan mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus,
benar, salah, dan sebagainya.
2. PERBEDAAN ETIKA, AKHLAK dan MORAL
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa
akhlak berbeda dengan etika dan moral. Kalau akhlak lebih bersifat
transcendental karena berasal dan bersumber dari Allah, maka etika dan moral bersifat
relatif, dinamis, dan nisbi karena merupakan pemahaman dan pemaknaan manusia melalui
elaborasi ijtihadnya terhadap persoalan baik dan buruk demi kesejahteraan hidup
manusia di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Berdasarkan perbedaan sumber
ini maka etika dan moral senantiasa bersifat dinamis, berubah-ubah sesuai
dengan perkembangan kondisi, situasi dan tuntutan manusia. Etika sebagai aturan
baik dan buruk yang ditentukan oleh akal pikiran manusia bertujuan untuk menciptakan keharmonisan. Begitu juga moral sebagai aturan baik buruk yang didasarkan kepada tradisi, adat budaya yang dianut oleh sekelompok
masyarakat juga bertujuan untuk
terciptanya keselarasan hidup manusia.
Etika, moral dan akhlak merupakan salah
satu cara untuk menciptakan keharmonisan
dalam hubungan antara sesama manusia (habl minannas) dan hubungan
vertikal dengan khaliq (habl minallah).
3. AKHLAK, TASAWUF, dan ILMU-ILMU LAINNYA
Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada
Tuhan dengan cara mencucikan hati (tasfiat al Qalb). Menurut Zun Nun al
Misri salah seorang sufi terkenal, bahwa hati yang suci bukan hanya bisa dekat
dengan Tuhan tetapi bahkan bisa mengenal dan melihat Tuhan (al Ma’rifah).
Pengetahuan manusia itu terbagi tiga, yaitu; pengetahuan orang awam yang
mengenal Allah hanya dengan cara mengucap dua kalimat Syahadat, pengetahuan
ulama, yaitu mengenal Allah dengan menggunakan akal pikirannya (ra’yu), dan
pengetahuan orang sufi, dimana mengenal dan mendekati Allah dengan menggunakan
hati sanubarinya yang terdalam (Basyirah). Dalam konteks inilah dapat
dipahami bahwa antara akhlak dan tasawuf memiliki hubungan yang erat dan saling
mendukung. Artinya, bahwa akhlak yang baik, terpuji (mahmudah) dan mulia
(karimah) bukanlah didasari oleh ucapan dan akal pikiran semata, tetapi melainkan oleh bisikan dan
kilauan hati sanubari yang terdalam. Manusia yang berakhlak adalah manusia yang
suci dan sehat hatinya. Sebaliknya, manusia yang tidak berakhlak (moral) adalah
manusia yang kotor dan sakit hatinya. Dalam hidup dan kehidupan ini, banyak
orang mengetahui dan menyadari bila hatinya kotor dan sakit, akan tetapi tidak
berhasrat membersih dan mengobatinya dengan segera. Berbeda dengan kotor dan
sakit fisik, maka dengan segera mengobati dan membersihkannya. Padahal kalau
disadari bahwa penyakit hati itu jauh lebih berbahaya bagi diri dan
kelangsungan hidupnya, maka pasti akan memprioritaskan pengobatan hati di banding dengan pengobatan jasad atau fisik
yang hanya bersifat fana. Seseorang yang mengalami sakit dalam arti fisik, kalau tidak segera diobati maka akan bertambah
parah dan akan mati. Mati bukanlah akhir dari segalanya, tetapi merupakan pintu
dari kehidupan selanjutnya. Berbeda dengan orang yang mengalami penyakit hati,
kalau tidak dibersihkan dan diobati, maka malapetaka yang diakibatkannya bukan hanya
di dunia, tetapi bahkan sampai hari akhirat yang abadi. Oleh karena itu upaya
untuk membersihkan, memelihara, mencegah dan mengobati agar hati tetap
senantiasa sehat, bersih dalam arti berakhlak mulia senantiasa merupakan suatu
keniscayaan yang prioritas. Al-Qur’an dan al-hadis sangat menekankan kejujuran,
kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong menolong, murah
hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, ramah tamah,
bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu,
dan berpikir lurus. Sejumlah nilai-nilai positif tersebut adalah amalan tasawuf
yang harus dimiliki oleh orang yang berakhlak.
4.
CIRI-CIRI
ORANG BERAKHLAK MULIA
1.
Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna;
2.
Selalu
kembali pada Allah;
3.
Selalu
memuji dan mengagungkan Allah;
4.
Selalu
mengabdi kepada Allah;
5.
Bergetar
hatinya bila disebut-sebut nama Allah;
6.
Berjalan
di muka bumi dengan tawadhu tidak sombong dan angkuh;
7.
Bersikap
arif terhadap orang awam;
8.
Mencintai
orang lain seperti mencintai diri sendiri;
9.
Menghormati
tamu dan selalu menghargai tetangga;
10. Berbicara selalu
baik, santun dan penuh makna;
11. Tidak banyak
bicara dan bersikap tenang dalam menghadapi segala persoalan;
12. Tidak menyakiti
orang lain, baik dengan ucapan, pemikiran dan perbuatan.
Sedangkan
ciri-ciri orang berakhlak yang lainnya adalah: selalu rida kepada Allah, cinta
dan beriman rukun iman yang enam, taat beribadah, selalu menepati janji, amanah,
sopan dalam ucapan dan perbuatan, qanaah, tawakal, sabar, syukur, dan tawadhu.
(Anwar, 2008) Ada dua model akhlak, yaitu akhlak terpuji dan akhlak buruk.
Sejumlah ciri di atas adalah karakteristik akhlak karimah (mulia) atau terpuji
(mahmudah). Orang yang memiliki akhlak terpuji maka sikap, pikiran dan
prilakunya selalu berorientasi pada kebaikan, kejujuran, kesetiaan, dan sesuatu
yang dianggap positif secara agama, norma dan akal pikiran. Sikap-sikap
emosional positif seperti saling membantu, menghargai, rajin, giat, optimis,
terbuka, pemberani, bersih, sehat, loyal, bervisi ke depan, sabar, bijaksana,
peduli, toleran, dermawan, pemurah, dan adil adalah cerminan dari jiwa yang
berakhlak karimah. Sedangkan sebaliknya, sikap atau prilaku yang berorientasi
pada itoleransi, tertutup, tidak peduli, pesimis, mudah menyerah, pelit,
cemburu, iri, dengki, hasad, boros, angkuh, tidak peka kepada pelestarian alam,
dan kurang memiliki rasa tanggung jawab
adalah pribadi yang dianggap memiliki akhlak mazmumah (tercela).
5.
PENUTUP
Berdasarkan tulisan di atas diketahui
bahwa antara akhlak, etika, dan moral memiliki kesamaan arti, cakupan, dan
tujuan. Namun demikian, juga juga memiliki perbedaan satu sama lainnya. Dalam
perspektif Islam akhlak dan tasawuf sangat berkaitan erat karena sama-sama
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akhlak adalah salah satu dimensi
keilmuan yang perlu digunakan dalam berbagai lini dan profesi kehidupan untuk meningkatkan
kualitas ilmu, iman dan amal. Keberadaannya bahkan dianggap mampu menentukan
maju atau mundurnya suatu negara, agama, dan bangsa. Oleh karena itu, bahasan tentang
akhlak adalah sesuatu yang dipentingkan. Tulisan di atas dapat disimpulkan dengan
empat hal berikut, di antaranya:
a.
Akhlak, etika dan moral adalah suatu disiplin ilmu
yang membicarakan tentang persoalan baik dan buruk;
b.
Antara akhlak, etika dan moral, memiliki persamaan
dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama mengkaji masalah baik dan buruk,
sedangkan perbedaanya adalah terletak pada landasan yang dipakai;
c.
Dalam konteks sejarah, antara akhlak dan tasawuf
memiliki tujuan dan esensi yang sama, yaitu sebagai jalan untuk mendekatkan
diri kepada Allah;
d.
Indikator orang berakhlak adalah beriman atau
tidaknya seseorang. Salah satu karakter seseorang dikatakan beriman adalah
ketika ia mampu melahirkan kedamaian dan ketenteraman bagi alam lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar