Senin, 14 September 2015

Konsep Moral, Etika, dan Akhlak



Konsep Etika, Moral, dan Akhlak

1.  ETIKA

Dari segi etimologi, etika berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz ahlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat jelas bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah yang telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para ulama, etika berarti ilmuyang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik dan mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya.

2.      PERBEDAAN ETIKA, AKHLAK dan MORAL

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa akhlak berbeda dengan etika dan moral. Kalau akhlak lebih bersifat transcendental karena berasal dan bersumber dari Allah, maka etika dan moral bersifat relatif, dinamis, dan nisbi karena merupakan pemahaman dan pemaknaan manusia melalui elaborasi ijtihadnya terhadap persoalan baik dan buruk demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Berdasarkan perbedaan sumber ini maka etika dan moral senantiasa bersifat dinamis, berubah-ubah sesuai dengan perkembangan kondisi, situasi dan tuntutan manusia. Etika sebagai aturan baik dan buruk yang ditentukan oleh akal pikiran manusia bertujuan untuk menciptakan keharmonisan. Begitu juga moral sebagai aturan baik buruk yang didasarkan kepada tradisi, adat budaya yang dianut oleh sekelompok masyarakat juga bertujuan untuk terciptanya keselarasan hidup manusia. Etika, moral dan akhlak merupakan salah satu cara untuk menciptakan keharmonisan dalam hubungan antara sesama manusia (habl minannas) dan hubungan vertikal dengan khaliq (habl minallah).

3.      AKHLAK, TASAWUF, dan ILMU-ILMU LAINNYA

Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan dengan cara mencucikan hati (tasfiat al Qalb). Menurut Zun Nun al Misri salah seorang sufi terkenal, bahwa hati yang suci bukan hanya bisa dekat dengan Tuhan tetapi bahkan bisa mengenal dan melihat Tuhan (al Ma’rifah). Pengetahuan manusia itu terbagi tiga, yaitu; pengetahuan orang awam yang mengenal Allah hanya dengan cara mengucap dua kalimat Syahadat, pengetahuan ulama, yaitu mengenal Allah dengan menggunakan akal pikirannya (ra’yu), dan pengetahuan orang sufi, dimana mengenal dan mendekati Allah dengan menggunakan hati sanubarinya yang terdalam (Basyirah). Dalam konteks inilah dapat dipahami bahwa antara akhlak dan tasawuf memiliki hubungan yang erat dan saling mendukung. Artinya, bahwa akhlak yang baik, terpuji (mahmudah) dan mulia (karimah) bukanlah didasari oleh ucapan dan akal pikiran semata, tetapi melainkan oleh bisikan dan kilauan hati sanubari yang terdalam. Manusia yang berakhlak adalah manusia yang suci dan sehat hatinya. Sebaliknya, manusia yang tidak berakhlak (moral) adalah manusia yang kotor dan sakit hatinya. Dalam hidup dan kehidupan ini, banyak orang mengetahui dan menyadari bila hatinya kotor dan sakit, akan tetapi tidak berhasrat membersih dan mengobatinya dengan segera. Berbeda dengan kotor dan sakit fisik, maka dengan segera mengobati dan membersihkannya. Padahal kalau disadari bahwa penyakit hati itu jauh lebih berbahaya bagi diri dan kelangsungan hidupnya, maka pasti akan memprioritaskan pengobatan hati di banding dengan pengobatan jasad atau fisik yang hanya bersifat fana. Seseorang yang mengalami sakit dalam arti fisik, kalau tidak segera diobati maka akan bertambah parah dan akan mati. Mati bukanlah akhir dari segalanya, tetapi merupakan pintu dari kehidupan selanjutnya. Berbeda dengan orang yang mengalami penyakit hati, kalau tidak dibersihkan dan diobati, maka malapetaka yang diakibatkannya bukan hanya di dunia, tetapi bahkan sampai hari akhirat yang abadi. Oleh karena itu upaya untuk membersihkan, memelihara, mencegah dan mengobati agar hati tetap senantiasa sehat, bersih dalam arti berakhlak mulia senantiasa merupakan suatu keniscayaan yang prioritas. Al-Qur’an dan al-hadis sangat menekankan kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, ramah tamah, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berpikir lurus. Sejumlah nilai-nilai positif tersebut adalah amalan tasawuf yang harus dimiliki oleh orang yang berakhlak.

4.      CIRI-CIRI ORANG BERAKHLAK MULIA

1.       Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna;
2.      Selalu kembali pada Allah;
3.      Selalu memuji dan mengagungkan Allah;
4.      Selalu mengabdi kepada Allah;
5.      Bergetar hatinya bila disebut-sebut nama Allah;
6.      Berjalan di muka bumi dengan tawadhu tidak sombong dan angkuh;
7.      Bersikap arif terhadap orang awam;
8.      Mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri;
9.      Menghormati tamu dan selalu menghargai tetangga;
10.  Berbicara selalu baik, santun dan penuh makna;

11.  Tidak banyak bicara dan bersikap tenang dalam menghadapi segala persoalan;
12.  Tidak menyakiti orang lain, baik dengan ucapan, pemikiran dan perbuatan.

Sedangkan ciri-ciri orang berakhlak yang lainnya adalah: selalu rida kepada Allah, cinta dan beriman rukun iman yang enam, taat beribadah, selalu menepati janji, amanah, sopan dalam ucapan dan perbuatan, qanaah, tawakal, sabar, syukur, dan tawadhu. (Anwar, 2008) Ada dua model akhlak, yaitu akhlak terpuji dan akhlak buruk. Sejumlah ciri di atas adalah karakteristik akhlak karimah (mulia) atau terpuji (mahmudah). Orang yang memiliki akhlak terpuji maka sikap, pikiran dan prilakunya selalu berorientasi pada kebaikan, kejujuran, kesetiaan, dan sesuatu yang dianggap positif secara agama, norma dan akal pikiran. Sikap-sikap emosional positif seperti saling membantu, menghargai, rajin, giat, optimis, terbuka, pemberani, bersih, sehat, loyal, bervisi ke depan, sabar, bijaksana, peduli, toleran, dermawan, pemurah, dan adil adalah cerminan dari jiwa yang berakhlak karimah. Sedangkan sebaliknya, sikap atau prilaku yang berorientasi pada itoleransi, tertutup, tidak peduli, pesimis, mudah menyerah, pelit, cemburu, iri, dengki, hasad, boros, angkuh, tidak peka kepada pelestarian alam, dan kurang  memiliki rasa tanggung jawab adalah pribadi yang dianggap memiliki akhlak mazmumah (tercela).



5.      PENUTUP

Berdasarkan tulisan di atas diketahui bahwa antara akhlak, etika, dan moral memiliki kesamaan arti, cakupan, dan tujuan. Namun demikian, juga juga memiliki perbedaan satu sama lainnya. Dalam perspektif Islam akhlak dan tasawuf sangat berkaitan erat karena sama-sama bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akhlak adalah salah satu dimensi keilmuan yang perlu digunakan dalam berbagai lini dan profesi kehidupan untuk meningkatkan kualitas ilmu, iman dan amal. Keberadaannya bahkan dianggap mampu menentukan maju atau mundurnya suatu negara, agama, dan bangsa. Oleh karena itu, bahasan tentang akhlak adalah sesuatu yang dipentingkan. Tulisan di atas dapat disimpulkan dengan empat hal berikut, di antaranya:
a.      Akhlak, etika dan moral adalah suatu disiplin ilmu yang membicarakan tentang persoalan baik dan buruk;
b.      Antara akhlak, etika dan moral, memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama mengkaji masalah baik dan buruk, sedangkan perbedaanya adalah terletak pada landasan yang dipakai;
c.       Dalam konteks sejarah, antara akhlak dan tasawuf memiliki tujuan dan esensi yang sama, yaitu sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah;
d.      Indikator orang berakhlak adalah beriman atau tidaknya seseorang. Salah satu karakter seseorang dikatakan beriman adalah ketika ia mampu melahirkan kedamaian dan ketenteraman bagi alam lingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar